Kesepakatan OPEC+ untuk menambah supply akhirnya tercapai setelah tertunda selama 2 minggu. OPEC+ akan menambah 400.000 barel per hari setiap bulannya hingga supply minyak yang tertahan saat ini sebesar 5,8 juta
barel per hari tuntas disalurkan ke pasar.

Prospek Demand Minyak Lemah Akibat
Bangkitnya Virus Covid-19
Harga minyak diperkirakan akan menurun pada
paruh kedua tahun ini terutama akibat merebaknya
varian delta dari virus Covid-19 yang melemahkan
prospek pemulihan ekonomi global. Memang ada
banyak faktor yang memengaruhi harga minyak
apalagi mengingat pertemuan OPEC+ yang sarat
konflik. Meskipun sebuah kesepakatan untuk
menambah supply akhirnya tercapai, tingginya
volatilitas harga minyak akhir-akhir ini menandakan
ketidakpastian pasar atas harga minyak ke
depannya.
Ada 3 faktor utama yang mendukung penurunan
harga minyak. Pertama adalah munculnya varian
delta yang lebih menular yang telah menyerang
negara-negara besar di Asia dan sudah mulai
menyebar ke negara barat. Hal ini menimbulkan
ketidakpastian dalam pemulihan demand karena
semakin meningkatnya pembatasan perjalanan
yang memperburuk prospek demand minyak. Bila
kita melihat alur gelombang virus, pemulihan penuh
dari demand mungkin tidak akan tercapai sampai
tahun 2023, dengan beberapa negara yang susah
mencapai tingkat vaksinasi 60% (herd immunity).
Faktor kedua yaitu kesepakatan OPEC+ untuk
menambah 400.000 barel/hari minyak setiap
bulannya yang akan dimulai bulan Agustus ini.
Tambahan pasokan setiap bulan ini akan memberi
plafon harga pada minyak, terutama pada bulan Mei
tahun 2022 di mana efek dari peningkatan baseline
produksi UEA, Arab Saudi, Rusia, dan Kuwait akan
berlaku.
Selain itu tren penurunan demand minyak dari
Tiongkok yang merupakan konsumen minyak
terbesar kedua di dunia juga sangat berpengaruh
pada outlook harga. Impor minyak mentah Tiongkok
pada paruh pertama tahun 2021 turun untuk
pertama kalinya dalam delapan tahun dan impor
minyak bulan Juni telah turun ke level terendah sejak 2001. Penurunan tersebut terjadi karena tingginya
harga minyak serta pembatasan kuota impor
minyak Tiongkok untuk penyuling independen yang
mencakup 20% pasar minyak Tiongkok.

Faktor-faktor yang Dapat Meningkatkan Harga
Minyak
Namun, terlepas dari faktor-faktor tersebut, berikut
adalah beberapa risiko yang dapat mendorong
harga untuk bergerak ke arah lain. Yang pertama
yaitu pemulihan demand minyak AS, konsumen
minyak terbesar dunia. Pertanyaannya yaitu apakah
supply tambahan dari OPEC+ akan mencukupi
naiknya demand dari AS yang telah pulih dari virus?
Sebab dengan pengeboran minyak domestik yang
diperkirakan melambat pada paruh kedua tahun
ini, peningkatan supply dari OPEC+ tidak akan
cukup untuk mencegah defisit di bulan mendatang.
Sebagai contoh, pasokan di Oklahoma (pusat
penyimpanan minyak terbesar di AS) telah turun ke
level terendah sejak Januari 2020 silam.
Faktor ketatnya supply juga didukung oleh
kemungkinan kecil dari sanksi Iran untuk dicabut
meskipun AS mencapai kesepakatan nuklir dengan
Iran. Hal ini berarti bahwa pasokan tambahan dari
Iran yang diperkirakan sebesar 1 juta barel per hari
tidak akan memasuki pasar dalam jangka pendek.
Kesimpulannya, risiko penurunan harga dari sisi
penambahan supply dan bangkitnya virus Covid-19
lebih kuat dan lebih pasti daripada prospek kenaikan
harga karena meningkatnya demand. Kecuali pasar
bersedia membeli dalam prospek demand yang
lemah ini, kita akan cenderung melihat plafon
harga minyak di sekitar USD 77/barel dan akan
mengalami tren menurun seiring peningkatan
konstan dari supply sampai pada tahun 2022
mendatang. Diprediksikan harga minyak akan turun
ke USD 70/bbl pada Q3 dan USD 65/bbl pada Q4,
serta akan berkisar di USD 60/bbl pada tahun 2022
mendatang.