Demand Pencampuran Biofuel Terbukti Mendorong Harga Minyak Nabati yang Layak Digunakan Sebagai Feedstock Biofuel seperti Minyak Kedelai

Menyusul penurunan konsumsi biofuel pada tahun 2020 di tengah gangguan akibat pandemi Covid-19, total permintaan biofuel tercatat melampaui level 2019 pada tahun 2021 kemarin. Menurut prediksi IEA, permintaan global tahunan untuk biofuel akan tumbuh sebesar 4% pada tahun 2026, mencapai 185,8 juta KL. AS masih memimpin dalam peningkatan volume, tetapi
sebagian besar pertumbuhan ini merupakan rebound dari penurunan yang disebabkan oleh pandemi.
Sedangkan Asia diproyeksi untuk meningkatkan
demand biofuel nya sebesar 12% mencapai 31,9
juta KL, menyalip produksi biofuel Eropa yang hanya berjumlah 29,1 juta KL pada tahun 2026.
Mandat kebijakan pencampuran Biodiesel di
Indonesia dan Malaysia terus berkontribusi besar atas pertumbuhan di Asia. Sedangkan India diproyeksi untuk menjadi pasar terbesar ketiga untuk permintaan Etanol di seluruh dunia pada tahun 2026.
Pertumbuhan Biofuel AS Meningkatkan Permintaan Minyak Kedelai

Mengikuti peningkatan kuota blending EPA AS untuk
tahun 2022, produksi Biodiesel juga harus ditingkatkan.
Sekitar 60%-70% biofuel berbasis minyak nabati AS
saat ini diproduksi menggunakan minyak kedelai.
Dengan asumsi proporsi ini tetap konstan, produksi
Biodiesel berbasis minyak kedelai harus meningkat
1 juta ton ke 4,9 juta ton pada periode 2021/22.
Proporsi minyak kedelai AS yang digunakan sebagai
feedstock Biodiesel pun meningkat dari 35% menjadi
42% pada periode 2021/22.
Katalis Harga Minyak Nabati : Kelayakan (Eligibility) Sebagai Bahan Baku Biofuel dalam USD/Ton
Dapat dilihat dalam chart diatas bahwa kebijakan
Biofuel AS dapat mempengaruhi harga minyak
kedelai seiring meningkatnya demand untuk biofuel di masa mendatang. Maka kelayakan minyak nabati sebagai feedstock BBN adalah faktor penting yang mempengaruhi prospek minyak nabati. Ekspansi produksi biofuel AS memiliki efek berkelanjutan pada rantai nilai pertanian, karena pertumbuhan produksi harus mengimbangi demand yang terus meningkat. Oleh karena itu, kebutuhan bahan baku BBN di masa depan akan meningkatkan impor minyak nabati, produksi, serta kapasitas pemrosesan (crushing) biji minyak.
Tren Global
Transisi ke Energi Bersih
Adanya COP 26 pada bulan November
kemarin turut menyoroti upaya transisi energi
global dari energi berbasis fosil menjadi energi
EBT. Selain itu, permintaan konsumen yang
meningkat akan bahan bakar rendah karbon
telah mendorong sektor bahan bakar fosil
tradisional ke dalam revolusi energi bersih.
Dukungan kuat dari pemerintahan Biden telah
membantu memberikan landasan yang kokoh
untuk transisi menuju BBN di masa depan.