Naiknya Harga Pupuk yang Disebabkan Oleh Krisis Energi Memiliki Implikasi Luas Terhadap Rantai Pangan Global Dan Pemulihan Ekonomi di Tengah Pandemi

Indeks harga pangan FAO naik 28% yoy menjadi 134,9 di bulan November 2021, titik tertinggi sejak awal
tahun 2011. Peningkatan ini terutama didukung oleh naiknya indeks harga minyak nabati sebesar 74% yoy ke titik tertinggi sepanjang masa 184,8 di bulan Oktober 2021. Selain karena adanya supercycle komoditas dan demand untuk biofuel yang tinggi sehingga meningkatkan harga minyak nabati, komponen utama yang mempengaruhi naiknya harga tanaman dan pangan di akhir tahun 2021 ini adalah harga pupuk yang meroket.
Penyebab Utama : Naiknya Harga Pupuk Karena Krisis Energi

Biaya pupuk melonjak tahun ini di tengah output
yang lebih rendah karena rekor harga gas alam dan
batu bara memicu pengurangan produksi di sektor
pupuk yang padat energi.
Proses produksi pupuk menggunakan gas alam
sebagai komponen utama, mencakup sekitar 70%
sampai 90% biaya variabel produksi. Harga gas
alam khususnya di Eropa telah meningkat sekitar
300% pada tahun 2021, mendorong harga Urea
naik 236% sepanjang tahun 2021 dan harga
diammonium phosphate (DAP) naik 77%.
Pandemi Memperparah Rantai Pasok dan Produksi Global
Pandemi Covid-19 selama tahun 2021 kemarin berkontribusi besar terhadap kenaikan harga gas alam dan
pupuk. Berikut adalah 2 faktor yang disebabkan pandemi yang berpengaruh terhadap harga pupuk :
Penutupan produksi – Mengikuti penutupan produksi gas alam di AS karena badai Ida, pandemi yang
merajalela kembali memaksa penutupan produksi di AS, Eropa, dan China. Hal ini menyebabkan terhambatnya perputaran pabrik yang penting untuk menjaga proses kimia dan keamanan.
Perubahan demand yang tak terduga – Ekspektasi demand pupuk yang rendah di awal pandemi membuat produsen untuk menyesuaikan produksinya. Namun pembelian besar-besaran di Q4 2020 mengakibatkan demand pupuk tiba-tiba melonjak
Dampak ke Indonesia : Harga Minyak Goreng Naik, Petani Kecil Sengsara

Naiknya harga pupuk juga meningkatkan biaya input
yang digunakan oleh petani untuk memproduksi
tanaman seperti sawit yang 15-20% biaya produksinya adalah pupuk, sehingga meningkatkan kekhawatiran atas prospek hasil panen (yield) di tahun 2022.
Meskipun output dipengaruhi oleh banyak hal,
namun pupuk adalah salah satu faktor produksi
utama yang dapat dikendalikan petani. Isu ini
menyebabkan jutaan petani kecil yang menghasilkan sepertiga dari makanan dunia untuk mengurangi penggunaan pupuk.
Rakyat Indonesia sudah dapat merasakan efek ini secara langsung dari naiknya harga minyak goreng sebesar 40% dari Rp 13.880/L di awal tahun 2021 menjadi Rp 19.432/L pada bulan Desember 2021 kemarin.
Potensi Krisis Pangan 2022
Salah satu kekhawatiran utama dunia adalah
jika krisis energi global meningkat menjadi krisis
pangan terutama di negara berkembang. Banyak
negara pasti akan menghadapi kesulitan karena
harga pangan berdampak langsung pada tingkat
kemiskinan dan inflasi.
China bahkan telah melarang ekspor fosfat hingga
Juli 2022. Hal ini menambah kekhawatiran atas
kelangsungan industri pertanian dan pangan karena
China adalah eksportir terbesar yang mencakup
25% ekspor dunia. Larangan ekspor ini tentunya
akan menambah dorongan terhadap harga pupuk
dan menekan supply pupuk yang sangat krusial
terhadap panen di tahun 2022.