Oleh Lin Che Wei, CFA
Kuartal pertama 2022 merupakan masa yang penuh dengan ketidakpastian. Harga Minyak Nabati terus memecahkan rekor tertinggi sepanjang zaman. Harga kelapa sawit mencapai rekor tertinggi didorong oleh ketidakpastian suplai bunga matahari akibat adanya konflik Rusia dan Ukraina. Selain itu harga minyak juga mengalami kenaikan yang sangat tajam dari level USD 100/barrel pada akhir Januari sebelum memuncak di level USD 140, meskipun harga terlalu tinggi ini hanya bertahan seminggu. Semua perhatian dunia menuju ke Indonesia karena diharapkan minyak kelapa sawit dapat mengisi kekosongan yang terjadi di pasar. Kuartal pertama 2022 tercatat sebagai kuartal yang sangat volatil dan penuh kejutan.
Ketidakpastian menyangkut suplai dari bunga matahari seiring dengan konflik antara Rusia dan Ukraina menyebabkan permintaan yang sangat tinggi bagi minyak kelapa sawit dan minyak kedelai, hal yang menyebabkan harga minyak nabati mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Kawasan Laut Hitam, lokasi Ukraina berada, menyumbang 60% produksi minyak matahari dunia dan 76% pasar internasional. Ketidakpastian yang disebabkan krisis di kawasan tersebut mendorong pembeli untuk mencari minyak alternatif. Sebelum perang, pembeli minyak nabati mengandalkan minyak bunga matahari, yaitu jenis minyak nabati keempat terbanyak, setelah minyak rapeseed, dan paling murah harganya.
Namun, langkah Rusia memerintahkan operasi militer khusus memasuki wilayah Ukrainia telah menimbulkan kekhawatiran gangguan pasokan. Walaupun harga minyak bunga matahari paling bersaing, tetapi pembeli skeptis mengenai kepastian pengiriman. Karena hal tersebut pembeli terpaksa berfokus pada minyak kedelai dan minyak kelapa sawit.
Kekeringan yang menghantam produksi kedelai menyebabkan suplai minyak kedelai di Amerika Selatan berkurang. Minyak kelapa sawit biasanya diperdagangkan dengan diskon dibandingkan dengan minyak kedelai dan minyak matahari.
Namun pada tahun ini pembatasan ekspor telah memacu kenaikan yang signifikan terhadap harga minyak kelapa sawit. Per tanggal 29 Maret 2022 minyak kedelai berada di angka 1.608 (FOB), Minyak kelapa Sawit berada di level USD 1.575 (FOB Malaysia), Minyak rapeseed berada di level USD 2.238 sementara minyak bunga matahari pada saat tidak diperdagangkan dan harga terakhir adalah USD 1.550 pada tanggal 24 February 2022.
Semua perhatian dunia bertumpu kepada situasi minyak kelapa sawit di Indonesia. Pencabutan pembatasan ekspor tidak banyak memperlonggar jumlah pasokan, meskipun pencabutan pembatasan ekspor ini juga disertai dengan kenaikan pungutan ekspor untuk CPO dan produk turunannya. Pada level CPO dikisaran USD 1.500, pungutan ekspor CPO naik dari USD 375/ton menjadi USD 575/ton. Minyak kelapa sawit diharapkan menjadi solusi bagi konsumen sebab jumlah tanaman kedelai semakin menyusut di Amerika Selatan.
Sebagai akibatnya berberapa negara yang sebelumnya berpaling dari penggunaan minyak kelapa sawit tidak mempunyai pilihan sama sekali. Contohnya, Islandia yang untuk sementara akan kembali menggunakan minyak kelapa sawit dalam beberapa makanan berlabel sendiri mulai Juni karena pasokan alternatif utama – minyak bunga matahari terhenti selama perang di Ukraina. Indonesia menjadi penentu harga pasar minyak nabati dunia. Pada awal tahun Indonesia mengumumkan pembatasan ekspor CPO dan produk turunannya. Tujuan dari pembatasan ini adalah menjaga pasokan domestik untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng domestik. Harga international yang tinggi mendorong ekspor. Namun, pada pertengahan bulan Maret Indonesia melakukan pembatalan kebijakan DMO/DPO dan HET kemasan. Indonesia mengumumkan kenaikan Pungutan Ekspor dari pagu sebelumnya sebesar USD 375/ton menjadi USD 575/ton.
Pada kuartal pertama 2022 beberapa negara konsumen telah meminta bantuan Indonesia untuk menurunkan harga minyak kelapa sawit yang terlalu tinggi dengan meningkatkan pengiriman minyak kelapa sawit ke India, sebagai untuk mengkompensasi hilangnya pasokan minyak bunga matahari. India pembeli terbesar minyak nabati sangat bergantung pada Indonesia untuk lebih dari setengah impor minyak kelapa sawitnya. India sangat khawatir dengan pembatasan ekspor yang diterapkan oleh Indonesia. Sebelumnya India meminta agar Indonesia lebih mengutamakan pangan dibandingkan dengan bahan bakar – hal ini tentu saja berkaitan dengan kebijakan B30 Indonesia.
Harga minyak kelapa sawit juga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dari minyak bumi Harga minyak bumi sangat volatil pada kuartal pertama 2022. Pada akhir bulan Januari potensi invasi oleh Rusia dikhawatirkan akan mempengaruhi suplai gas. Hal ini diperburuk pada tanggal 12 Februari ketika Amerika mengancam membatalkan Pipa Gas Nord Stream 2 (pipa gas bawah laut yang membawa gas dari Rusia ke Jerman melalui jalan lintas yang menghindari Ukraina). Pada tanggal 26 Februari, Jerman menunda proyek ini. Sebagai akibatnya harga minyak melewati level 100 per barel. Harga minyak terus naik mencapai USD
115 pada tgl 5 Maret 2022 meskipun Amerika dan Eropa melepaskan lebih dari 60 Juta minyak dari cadangannya untuk membantu meredam tingginya harga. OPEC+ termasuk Rusia tetap mempertahankan kenaikan produksi. Maret 12 harga minyak bumi mencapai level USD 140/ barrel setelah Amerika Serikat dan Inggris melarang impor minyak, gas dan batu bara dari Rusia. Namun, seminggu kemudian harga minyak bumi mulai menjadi stabil dan turun ke level USD 100 hanya seminggu setelah harga melonjak ke level tersebut. Lonjakan harga minyak bumi juga ikut mendorong naik harga kelapa sawit ke tingkat tertinggi sepanjang zaman.
Outlook kelapa sawit pada tiga kuartal berikut di tahun 2022
Harga minyak kelapa sawit yang tinggi dapat berlanjut pada tahun 2022 karena kekhawatiran pasokan. Namun, rendahnya permintaan dari pembeli utama India dan Tiongkok dikombinasikan dengan keuntungan harga yang menyempit atas minyak nabati saingannya dapat membatasi kenaikannya pada paruh kedua tahun ini.
Pada saat sekarang harga minyak kelapa sawit menembus level USD 1.500/mt untuk pertama kalinya dalam satu dekade dan mencatat rekor tertinggi beberapa kali. Hal yang memacu kelapa sawit mencatat rekor tertinggi adalah lemahnya produksi di Malaysia, pajak ekspor Indonesia yang semakin tinggi, pemulihan permintaan di India dan Tiongkok, serta terpaksa beralihnya beberapa negara pembeli lainnya ke penggunaan minyak kelapa sawit serta peningkatan penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Dalam jangka waktu dekat harga CPO mungkin masih akan relatif tinggi karena ketatnya suplai, namun diprediksi harga CPO akan berangsur angsur turun ke level USD 900 sampai USD 1.200. Hal ini disebabkan oleh pulihnya mobilitas karena meredanya Omicron akan menyebabkan masalah pekerja kelapa sawit di Malaysia perlahan-lahan terselesaikan, selain itu pulihnya suplai dari minyak bunga matahari dan rapeseed juga akan sedikit melonggarkan suplai. Faktor lain yang ditunggu oleh pasar adalah kebijakan menyangkut B30. Pada akhir bulan Maret, Pemerintah Indonesia memberikan komentar tentang masih dipertahankan level B30. Produksi CPO Indonesia diperkirakan akan meningkat 2,6% tahun depan menjadi 51,01 juta mt dari perkiraan tahun 2021 sebesar 49,71 juta mt. Sementara Malaysia diperkirakan akan menurunkan produksi minyak kelapa sawit tahunannya secara bertahap dari lebih dari 19 juta mt menjadi antara 18,1 juta mt hingga 18,4 juta mt.