President Director PT Sari Agrotama Persada & Executive Director Wilmar Group
Bergabung di Wilmar Group sejak tahun 2004, Bapak Thomas merintis dan membangun bisnis consumer pack dalam pemasaran dan distribusi untuk produk minyak goreng, beras, tepung, dan produk lainnya. Saat ini, Wilmar Group bertanggung jawab atas penyediaan minyak goreng dan beras kemasan dengan berbagai merek dalam skala besar, ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Pasokan minyak goreng diperkirakan sudah mencukupi permintaan masyarakat, namun keberadaan di pasar belum mencukupi. Bagaimana pandangan Bapak mengenai hal ini?
Hal ini terjadi karena beberapa faktor utama. Pertama, minyak goreng curah dan kemasan tidak dapat berjalan beriringan dan masuk ke pasar dalam waktu bersamaan dengan kuantitas yang benar dan tepat. Karena terjadi distorsi di saluran distribusi, di tingkat pengecer ada beberapa permasalahan yang harus segera diselesaikan,
di antaranya ketakutan untuk men-display minyak goreng karena alasan takut diserbu masyarakat dan peran ganda toko dalam menjual minyak goreng secara eceran dan grosir.
stabilitas harga di masa peak season menjelang bulan Ramadhan dan perayaan lebaran, sehingga patut diduga di tingkat masyarakat juga telah terjadi penimbunan minyak goreng dalam skala kecil.
Salah satu yang menjadi hambatan utama adalah masalah distribusi. Apa upaya yang sebaiknya dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini, mengingat sebelum krisis ini terjadi distribusi tidak menjadi masalah?
Akar permasalahan kelangkaan minyak goreng di pasar adalah, karena suplai dan distribusi minyak goreng curah belum berjalan sesuai dengan standar distribusi, yaitu tepat kuantitas, tepat harga, dan tepat waktu, sehingga para konsumen loyal minyak curah yang jumlahnya sekitar 60%, terdiri dari rumah tangga dan usaha mikro kecil, beralih ikut membeli minyak goreng kemasan. Untuk minyak goreng kemasan suplai dan distribusinya masih bisa dikontrol oleh produsen, namun ada keterbatasan minyak goreng kemasan dalam kuantitas suplai, yang hanya bisa memenuhi sekitar 40% dari total kebutuhan minyak goreng masyarakat.
Kebijakan pemerintah untuk CPO dan produk turunannya dalam bentuk DMO/DPO dan HET menyebabkan rantai distribusi minyak goreng curah tidak bisa berjalan normal. Distribusi menjadi panjang karena adanya pembatasan HET dan membuat produsen harus berinovasi untuk memotong jalur distribusi, agar minyak goreng curah dan kemasan bisa sampai ke pasar dengan prinsip tepat kuantitas, tepat harga (kebijakan HET), dan tepat waktu di setiap kota di Indonesia.
Bagaimana pandangan Bapak mengenai pembatasan pembelian minyak goreng yang dihadapi masyarakat saat ini?
Selama suplai masih belum bisa memenuhi permintaan, maka sistem pembatasan ini perlu dan wajib dilakukan, agar semua masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng secara merata. Namun, hal ini harus segera diakhiri
karena berdampak kepada antrian yang panjang dan tidak memenuhi protokol kesehatan Covid-19 dan penurunan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng.
Mohon penjelasan hambatan lainnya yang timbul terkait sulitnya memperoleh minyak goreng di pasar, termasuk apabila ada beberapa pihak yang memilih untuk menahan persediaan minyak goreng yang dimilikinya.
Dengan adanya permintaan operasi pasar ke masyarakat di setiap kota di Indonesia secara rutin, jumlah barang yang dipasok ke pasar menjadi tidak maksimal. Saluran distribusi
dan kepatuhan HET di toko harus segera diselesaikan, termasuk pengawasan Disperindag dan Satgas Pangan di daerah.